tips penulisan

Tentang Menciptakan Chemistry Antar Tokoh

Tips ini didapet dari blog yang namanya Soup Laler Ijo

Menciptakan Chemistry antara tokoh.

Apa persamaan antara Scarlett O’Hara dan Rhett Butler, Tom dan Jerry, serta Sherlock Holmes dan Dr. Watson? Oke. Mereka semua memang pasangan fiktif. Tapi mereka semua memiliki satu hal yang lebih dari sekedar karakter fiktif. Mereka semua memiliki chemistry dengan pasangannya. Ketika kamu ingat kata Scarlett, kamu akan ingat Rhett. Ketika kamu ingat Tom, kamu langsung ingat Jerry. Bagaimana dengan Sherlock Holmes dan Dr. Watson? Tentu saja mereka adalah salah satu pasangan detektif paling terkenal di dunia fiksi.

Menjelaskan chemistry, saya kira, sama susahnya dengan menceritakan mengapa kita menyukai atau membenci seseorang. Namun satu hal yang bisa saya katakan adalah ketika satu tokohmu tidak mungkin menarik tanpa adanya karakter yang lain, itulah chemistry. Apakah tokoh Jerry yang cerdas akan menarik kalau ia tidak bertemu dengan Tom yang bodoh dan kekeuh dalam mengejar Jerry? Apakah sifat Scarlett yang keras kepala akan menarik kalau Rhett tidak memiliki sifat sama kerasnya?

Kita bisa mengenali adanya chemistry pada kedua tokoh cerita bila pembaca (atau penonton) merasa senang melihat dua tokoh tersebut berinteraksi. Kita yakin cerita ini akan kehilangan nyawa bila karakter pasangannya dihapus atau diganti dengan karakter lain. Ibaratnya jodoh, kedua pasangan itu harus ada (dan harus seperti itu) atau cerita itu tidak akan hidup.

Tentu saja chemistry ini tidak harus muncul dalam bentuk hubungan romantis (walaupun itu yang paling mudah untuk dimunculkan). Kamu bisa memunculkan chemistry ini dalam hubungan pertemanan, orang tua-anak, kakak-adik, kakek-cucu, atau bahkan musuh. Ada banyak contoh di mana tokoh utama memiliki keterikatan dengan musuhnya. Bagaimana dengan Batman dan Catwoman atau Hannibal Lecter dan Clarice Starling?

Jika kamu sudah membuat karakter, coba tambahkan ini ke dalam dua tokoh utamamu. Jika belum, pikirkan dua karakter yang saling bertolak belakang mungkin secara fisik, finansial, usia, atau bahkan latar belakang. Apa yang terjadi kalau mereka bertemu? Konflik apa yang mungkin muncul? Bagaimana keduanya bisa saling tertarik? Apa yang membuat keduanya dekat? Apa yang membuat mereka membutuhkan yang lain? Cobalah menambah chemistry dan perhatikan, daya tarik ceritamu akan semakin kuat.

source : Forum Pulau Penulis


Fiksi dan NonFiksi

Ini ada postingan bagus dari Jonru :
Belum Bisa Membedakan FIKSI dengan NONFIKSI?

Pada sebuah kegiatan di Sekolah-Menulis Online BelajarMenulis.com beberapa hari lalu, ada dua siswa yang menanyakan hal yang sama:

“Awalnya saya menulis nonfiksi, yakni sebuah artikel tentang A. Tapi lama-kelamaan, tulisannya kok menjadi fiksi, ya? Bagaimana cara mengatasinya?”

Pertanyaan ini membuat saya agak bingung, karena itu saya meminta si siswa untuk memberikan penjelasan lebih detil.

Mereka pun menjelaskan.

“Begini. Saya kan menulis sebuah artikel tentang A. Di situ saya menjelaskan analisis dan diskripsi tentang A itu. Tapi tanpa saya sadari, tulisan itu akhirnya berubah menjadi penulisan opini saya mengenai A.”

“Oke, lalu di mana letak fiksinya?” tanya saya.

“Ya pada opininya itu.”

“Lho, Anda menganggap opini itu sebagai fiksi?”

“Memang begitu, kan?”

* * *

Terus terang, kejadian ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Sekitar setahun lalu, saya pun pernah ditanyai oleh seorang teman, “Apa sih, perbedaan antara fiksi dengan nonfiksi?”

Bahkan, seorang teman pernah berkata, “Saya sudah terbiasa menulis dengan gaya bahasa yang ringan, pakai sapaan AKU, pokoknya jauh dari resmi. Karena itulah saya tidak berani menulis nonfiksi. Soalnya nonfiksi itu kan tulisan yang serius dan resmi.”

Sejujurnya, selama ini saya menganggap bahwa SEMUA penulis PASTI sudah tahu apa perbedaan antara fiksi dengan nonfiksi. Tapi pengalaman-pengalaman di atas, terus terang membuat saya terperangah sekaligus sadar, bahwa anggapan saya ternyata keliru.

Dari hasil obrolan dengan teman yang belum bisa membedakan antara fiksi dengan nonfiksi tersebut, saya mendapat kesimpulan bahwa dia mengira pembedaan antara fiksi dengan nonfiksi adalah dalam hal GAYA BAHASA. Bila suatu tulisan menggunakan bahasa yang “mendayu-dayu”, indah, nyastra, berbunga-bunga, maka itu adalah tulisan fiksi.

* * *

Mungkin, banyak di antara Anda - para penulis senior - yang geleng-geleng kepala dan merasa heran atas cerita saya di atas. Itu bukan karangan saya semata, tapi itu adalah fakta yang saya temukan di lapangan.

Karena itulah, kali ini saya mencoba memberikan semacam “pelurusan makna” atas isu yang - barangkali - “cukup krusial” ini. Bila tidak diluruskan, saya khawatir jika di masa depan, makin banyak orang yang salah kaprah mengenai perbedaan antara fiksi dengan nonfiksi.

Baiklah!
Perbedaan antara fiksi dengan nonfiksi sebenarnya SANGAT SEDERHANA. Kita akan mulai dari hal yang paling mudah dipahami.

Selama ini, Anda tentu sudah sering mendengar istilah ‘perusahaan fiktif’. Saya yakin Anda tahu apa maksud dari istilah ini. Ya, perusahaan fiktif adalah perusahaan bohongan, tidak benar-benar ada.

Nah, TULISAN FIKSI memiliki pengertian yang lebih kurang sama. Fiksi adalah jenis tulisan yang hanya berdasarkan imajinasi. Dia hanya rekaan si penulisnya.

Jadi, Anda pasti sudah setuju sekarang, bahwa jenis-jenis karya seni berikut ini merupakan karya fiksi:
Cerita pendek (cerpen), novel, sinetron, telenovela, drama, film drama, film komedi, film horor, film laga.

* * *

Jika Anda telah paham apa itu FIKSI, maka memahami NONFIKSI akan jauh lebih mudah. Coba amati kata NON yang terdapat di depan kata FIKSI. Arti dari “non” adalah “tidak” atau “selain”.

Jadi, TULISAN NONFIKSI adalah tulisan-tulisan yang isinya BUKAN FIKTIF, bukan hasil imajinasi/rekaan si penulisnya.

Dengan kata lain, NONFIKSI adalah karya seni yang bersifat faktual. Hal-hal yang terkandung di dalamnya adalah nyata, benar-benar ada dalam kehidupan kita.

Jadi, Anda pasti sudah setuju sekarang, bahwa jenis-jenis karya seni berikut ini merupakan karya nonfiksi:
Artikel, opini, resensi buku, karangan ilmiah, skripsi, tesis, tulisan-tulisan yang berisi pengalaman pribadi si penulisnya (seperti diary, chicken soup for the soul, laporan perjalanan wisata), berita di koran/majalah/tabloid, film dokumenter, dan masih banyak lagi.

* * *

Kesimpulan:

Perbedaan antara fiksi dengan nonfiksi sebenarnya hanya terletak pada masalah faktual atau tidak, imajiner atau tidak.

Jadi, perbedaan antara keduanya sama sekali tidak ada hubungannya dengan gaya bahasa atau apapun selain masalah fakta atau imajiner.

Dengan demikian, bisa saja tulisan nonfiksi menggunakan gaya bahasa yang “nyastra”, mendayu-dayu, berbunga-bunga, sebagaimana halnya yang sering kita temukan pada naskah-naskah cerita pendek (cerpen) atau novel. Tulisan nonfiksi bisa saja menggunakan bahasa yang sangat serius, atau sangat santai dan selengekan, seperti buku Kambing Jantan karya Raditya Dika.

Dan - SECARA TEORI - bisa saja cerpen atau novel menggunakan bahasa yang serius dan formal seperti skripsi atau karangan ilmiah. Ya, itu bisa saja. Kenapa tidak? Jangan katakan itu tidak mungkin, sebab siapa tahu suatu saat nanti ada penulis yang berhasil menulis novel dengan menggunakan bahas ilmiah, tapi tetap asyik untuk dibaca.

Di dunia jurnalistik, kita juga mengenal istilah “jurnalisme sastra”, yakni penulisan berita (NONFIKSI) yang menggunakan gaya bahasa sastra, sehingga berita-berita yang kita temukan di majalah tertentu akan terasa seperti novel. Padahal yang ditulis di sana adalah KISAH NYATA atau FAKTA, atawa NONFIKSI.

* * *

Sebagai penutup, saya merasa perlu memaparkan dua hal berikut:

SATU:
Memang, karena alasan tertentu, ada juga penulis yang memasukkan unsur-unsur fiksi ke dalam tulisan nonfiksi. Misalnya: Seorang wartawan menulis sebuah berita, lalu di dalamnya ada wawancara imajiner dengan seorang tokoh yang juga imajiner.

Mungkin Anda mengira bahwa tulisan jenis ini adalah 50 persen nonfiksi dan 50 persen fiksi. Ada juga yang berpendapat ini sudah 100 persen fiksi. Sementara orang lainnya mengatakan tulisan seperti ini masih murni nonfiksi.

Kita bisa saja berdebat panjang mengenai hal-hal seperti itu. Tapi menurut saya, itu bukanlah hal yang terlalu prinsip untuk dibahas. Selama tulisan tersebut bermanfaat bagi pembaca dan tidak merugikan siapapun, saya kira berdebat tentang jenis tulisan hanya akan membuang-buang waktu.

DUA:
“Bagaimana bila IDE DASAR dari tulisan fiksi adalah FAKTA? Contohnya, banyak juga film atau novel yang diangkat dari kisah nyata.”

Untuk menjawab pertanyaan ini, coba Anda baca tulisan saya yang berjudul “Menulis Cerpen Berdasarkan Kisah Nyata”.

Semoga bermanfaat, dan semoga tak ada lagi salah kaprah mengenai pengertian fiksi dan nonfiksi.

Cilangkap, 18 Februari 2008

Jonru

TIPS MENULIS TIPS

Salah satu rubrik yang paling menarik dalam sebuah media cetak adalah tips alias bagaimana caranya membuat atau melakukan sesuatu. Berminat untuk menulis tips? Coba baca tulisan yang aku ringkas dari buku Quick Journalism :
1. Tahu “Bahasa” yang digunakan untuk menulis Tips
Untuk yang masih pemula, harus rajin membaca tulisan-tulisan tentang tips yang ada di berbagai media cetak. Semakin sering kamu membaca dan berlatih, semakin ahli kamu menulis tips bikinan kamu sendiri. Selain itu, jangan lupa untuk memperbanyak perbendaharaan bahasa indonesia kamu.
2. Kamu pernah melihat hasil nyata dari tips yang kamu buat.
Nah, setelah melaksanakan langkah di atas, kamu harus mencoba dulu tips yang akan kamu tulis. Kalo kamu mau bikin tips menghilangkan noda, tentunya kamu harus sudah berhasil menghilangkan noda dengan merealisasikan tips itu (atau minimal melihat orang lain berhasil dengan tips kamu). Ingat!! Jangan sekali-sekali menulis tips yang belum pernah kamu lihat hasil nyatanya. Bisa amburadul,bo!!
3. Cantumkan Foto kalau perlu
Keberadaan foto tentang langkah-langkah tips akan mempermudah pembaca untuk mengerti tips kamu (apabila tips kamu cukup rumit) dan keberadaan foto-foto tentang hasil nyata tips kamu akan membuat pembaca kamu semakin yakin untuk segera mencoba tips kamu.
Sekedar tambahan, namanya juga tips, jangan sampai dibuat panjang seperti karangan. Tips yang baik haruslah singkat, padat dan jelas sehingga tak membuat pembaca bosan. Selain itu, hindari tanda tanya dalam langkah tips karena akan menurunkan tingkat kepercayaan pembaca pada tips yang kamu buat. Namun, untuk tanda tanya di akhir tips (contoh: apakah anda sudah siap untuk mencobanya?) tidaklah dilarang.


Tips untuk Lomba Esai

Baru-baru ini, aku sempat iseng-iseng ikut lomba esai bertema pendapat, pandangan dan kritik tentang pelestarian film indonesia. Berhubung masih awam dalam penulisan esai, jadi penasaran ingin baca-baca tentang esai. Kebetulan, waktu ke gramedia ada buku menarik. Judulnya : Menulis Itu Ibarat Ngomong karya Septiawan Santana K.
Nah, menurut Om Septiawan,ada beberapa jenis esai,yaitu :
1. Esai Deskriptif
Deskripsi adalah penggunaan kata-kata untuk merekreasikan sebuah pengalaman, dimana pendengar atau pembaca dapat merasakan pengalaman tersebut. Sebagai contoh, esais deskriptif tak akan hanya menulis, “anak presiden itu ganteng” namun dia akan menulis “wajah anak presiden itu merupakan perpaduan sempurna antara Brad Pitt dan Josh Harnett” (huu..maunya,hehehe....)
2.Esai Persuasif
Sesuai dengan namanya, esai ini bertujuan untuk membujuk pembacanya agar melakukan apa yang diinginkan sang penulis. Jadi, tentu saja isi dari esai ini harusnya memiliki beberapa fakta yang menguatkan unsur rasionalitas dari esai yang bersangkutan, tanpa melupakan unsur emosi untuk menggerakkan hati sang pembaca (cie...)
3.Esai Informatif
Esai ini bertujuan untuk menjelaskan sesuatu yang belum diketahui pembacanya dengan harapan agar pembaca bisa mendapat pengetahuan yang baru maupun bisa mengetahui seluk-beluk suatu permasalahan yang sedang lucu-lucunya (baca:hangat).
4.Esai Interpretasi
Esai ini memaparkan informasi lewat perspektif penulisnya yang mana, penulis mengoleksi data untuk nantinya disatukan sesuai dengan kerangka esai yang sudah dibuat.Nah, sebagai contoh, seorang esais mengumpulkan data tentang tuduhan korupsi terhadap seorang jaksa lalu kemudian menghubungkannya dengan reaksi masyarakat internasional terhadap kebobrokan tersebut.
Untuk lebih detail tentang lomba esai, aku kebetulan mengunjungi multiply dhinny, salah satu administrator lomba (yang bertugas memilah-milah naskah yang layak dan kemudian memberikannya pada juri). Jangan sekali-sekali meremehkan tugas mereka loh, soalnya kalo sampe mereka dendam (hehehe), bisa-bisa naskah kita nggak nyampe ke tangan juri. Sayang,kan?
Nah, ini ni artikel menarik yang kubaca di multiply-nya :

Tips Buat Peserta Lomba Menulis (khususnya lomba essai)
Buat siapapun yang pernah, pengen, atau berminat ikut lomba menulis (khususnya lomba menulis essai).
Berikut saya berikan tips sebagai panduan:
1. LENGKAPI PERSYARATAN semaksimal mungkin. Misalnya disuruh kirim fotokopi identitas, sertakan naskah rangkap 3, bla bla bla... sertakanlah persyaratan itu dengan sangat lengkap. Karena kalau itu saja tidak dipenuhi, bisa jadi naskah anda sudah di-skip administrator sebelum sempat sampai ke tangan juri.
2. Lengkapi persyaratan DENGAN RAPI. Hal ini penting untuk memudahkan administrator dalam melaksanakan tugas. Jangan menyusahkan administrator kalau mau naskah anda selamat sampai ke tangan juri.
3. Bila hendak bertanya pada contact person (CP), tanyakanlah hal yang benar-benar penting. Jangan menanyakan hal-hal yang sudah ada pada pengumuman. Itu akan membuang pulsa dan waktu. (Juga akan bikin kesal CP. Bayangkan puluhan bahkan mungkin ratusan orang menanyakan hal yang sama). Kemudian bertanyalah yang sopan, jangan ngotot kalo mau pertanyaannya di jawab. Juga tidak usah menanyakan hal-hal yang tidak penting, seperti: "lagi ngapain?" yang akan semakin membuat kesal CP.
4. KIRIM naskah SEBELUM DEADLINE. ini akan menghindari naskah di skip karena telat masuk. Apalagi jika tidak ada penjelasan tanggal terakhir pengiriman itu harus sudah sampai ke tangan panitia atau cap pos. Setidaknya kirimlah tiga hari sebelum deadline.
5. JANGAN PERNAH MINTA PERPANJANGAN WAKTU PENGIRIMAN !!!! Tidak mungkin deadline lomba diundur hanya karena naskah anda belum masuk. Dan sebaiknya tidak meminta pengertian panitia mengenai keterlambatan naskah anda masuk (misal. "karena kelalaian pak pos, jadi naskah saya terlambat. Mohon diterima ya...ya?ya?")
6. Dalam menulis biodata, tulislah seperlunya atau yang diminta saja. Biodata yang harus ada: Nama lengkap, nomor telpon, alamat surat, email. Sisanya sertakan jika diperlukan. Kenapa data-data itu penting? Itu adalah untuk kontak panitia kepada anda sebagai peserta jika ternyata anda menang atau kita perlu berhubungan dengan anda. Tidak usah mencantumkan yang tidak perlu seperti: hobi, nama panggilan, motto, cita-cita, makanan kesukaan, hal yang disukai dan tidak disukai, dll. PLIS DEH, Emang kita peduli! Juga sebenarnya tidak terlalu perlu mencantunkan NPM/ no.mahasiswa. Itu lebih diperlukan kalo bikin tugas kuliah/ sekolah. Tapi yang penting, data kontak harus ada. Saynagkan, kalo seandainya kamu menang tapi di skip karena tidak tahu bagaimana panitia harus mengontak kamu.
Kenapa saya sangat mementingkan administrator? Karena administrator itu adalah orang pertama yang akan pegang naskah kamu. Selain ALLAH, juri dan yang lain nggak bakal tau kalo kita membuang/ menghilangkan naskah. Kita juga bisa men-delete naskah kamu dengan segera kalo kita dibuat pusing atau persyaratan administratif nggak lengkap (dalam berbagai lomba banyak kok yang naskahnya dibuang karena bikin pusing). Disitulah kekuasaan admnisitrator. makanya, jangan nyusahin kita, hahahaha.... :D
Sedikit tips bikin essay:
Berdasarkan pengalaman lihat juri lomba essay berdebat, coba kalo bikin essay itu
1. Penuh gagasan dan ide-ide cemerlang
2. Jangan klise
3. Jangan kayak bikin tugas/ makalah (ga usah pake pendahuluan, kesimpulan)
4. Data diperlukan untuk mendukung opini. Jangan sampe terlalu padet dengan data.
(sori mba' dhinny, aku lupa alamat multiplynya mba' jadi nggak aku kasih link ke situ...maap...)


Cara sederhana Bikin Media Cetak

Bosan jadi pembaca?

Bagaimana dengan membuat media cetak sendiri?

Cukup menantang?

Saya coba ya, bagi-bagi pengalaman saya.

1. Tentukan segmen dan target pembaca

Tanpa penentuan yang jelas terhadap segmen dan target kamu, semuanya bisa kacau.

Contohnya, mari kita berandai-andai kalo segmen pembaca kamu adalah wanita. Setelah kamu menentukan wanita sebagai pembaca kamu, untuk lebih tertarget dan terfokus, tentukan umur dari pembaca wanita kamu. Sama seperti saya, saya memilih Pemuda Agama Khonghucu sebagai segmen saya lalu menargetkan pemuda untuk menentukan gaya bahasa yang dipakai dalam majalah saya.

Pokoknya, media cetak yang baik adalah media cetak yang mempunyai sasaran pembaca yang tertarget karena itulah yang akan menentukan gaya bahasa yang dipakai serta konsep yang nantinya akan dikembangkan. More examples?

Coba kamu bandingkan Femina, Cita Cinta, GoGirl, dan Kawanku. Semuanya untuk cewek tapi memiliki isi dan gaya bahasa yang beda.

2. Tentukan bentuk media cetak

Menurut Bung Affan dan Mufti lewat buku Quick Journalism:

Koran berukuran ½ plano

Tabloid berukuran ¼ plano

Majalah berukuran ½ tabloid

Buku berukuran ½ majalah

Newsletter berukuran kwarto dengan jumlah halaman 4-8

Buletin berukuran ½ majalah

Kemudian, yang lagi trendi sekarang adalah majalah mini yang seukuran buletin dengan jumlah halaman lebih dari 20 halaman.

Semuanya tergantung selera dan kemampuan sasaran kamu.

Kalo untuk saya pribadi, karena saya suka menulis untuk anak muda, saya paling suka format majalah mini. Lagian, sekarang sudah banyak media cetak (esp.majalah) yang ukurannya dipermungil supaya gampang dibawa kemana-mana oleh pembacanya.

3. Mulai Ciptakan Rubrik

Rubrik-rubrik ini penting untuk mengisi media cetak yang kamu buat yang mana, kombinasi dari semua rubrik ini akan memciptakan karakteristik dari majalah kamu. Rubrik ini penting supaya kamu punya pegangan dalam menulis atau mencari data.

Sekedar info, biasanya, ada 2 macam rubrik:

Yang pertama itu adalah Rubrik Tetap yaitu rubrik yang HARUS ADA di setiap edisi

Yang Kedua itu Rubrik Nggak Tetap (Bagusnya kita namakan apa,ya?) yaitu rubrik yang muncul untuk mendukung tema yang diangkat media cetak kamu, yang nggak harus muncul di edisi berikutnya.

4. Mulai Menulis dan Mencari Data

Ayo, mulailah menulis beberapa artikel dan cari data (lewat internet maupun interview) yang relevan dengan tema yang kamu angkat untuk penerbitan perdana media cetak kamu.

Contohnya?mmmm...

Kalau seandainya media cetak kamu terbitnya April dan kamu mengambil tema April Mop, coba cari data-data tentang sejarah April Mop. Kamu juga bisa menulis artikel yang berisi tentang pandangan kamu mengenai April Mop. Atau, kamu bisa cari data seleb yang suka bo’ong bahkan, mewawancara teman-teman di komunitas kamu tentang pengalaman bo’ong mereka yang paling berkesan. Ayo semangaaaat....

5. Naik Cetak

Kalo jumlah media cetak yang kamu terbitkan hanya sedikit, diprint saja.

Eh,jangan salah!

Print media cetak nggak bisa sembarangan dalam arti, jumlah semua halamannya (termasuk cover) harus kelipatan 4 karena 1 lembar kertas saja harus berisi 4 halaman. (kecuali kalo kamu mau ada halaman kosong,mmmm...lebih baik jangan deh!jelek banget kalo ada halaman kosong).

Cara print:

Contohnya kamu membuat 8 halaman, yang artinya kamu membuat buletin.

Artinya, kamu hanya perlu memprint 2 lembar kertas sebagai “master”. Kalo sudah berhasil, kamu bisa memperbanyaknya sesuka kamu. Toh, formatnya sudah ada di komputer kamu.

Mau lebih mudah? Diperbanyak dengan cara fotokopi saja(itu juga kalo kamu mau buletin kamu hitam-putih).

Nah sekarang ada halaman 1-8 (termasuk cover yang ada di halaman 8) untuk diprint, maka:

1 Klik menu File-Page Setup lalu tentukan ukuran kertas kamu di menu paper. (Bagusnya sih, A4). Dilanjutkan dengan klik menu margin dan pilih landscape di orientation serta 2 pages per sheet di bagian pages

2 Klik insert-page number dan pilih inside

Nah, kamu bisa mem-print data kamu (jangan lupa untuk menutupi halaman yang ada pada cover dengan textbox tanpa garis pembatas) dengan urutan print :

KERTAS 1

Print pertama : klik 7,8 di bagian pages-OK

Print kedua : klik 1,6 di bagian pages-OK

KERTAS 2

Print Pertama : Klik 3,2 di bagian pages – OK

Print kedua : Klik 4,5 di bagian pages – OK

Sekarang, bagaiaman rasanya punya media cetak ciptaan sendiri?

Jangan lupa untuk dibagi-bagi (atau bahkan dijual?). Nilainya lebih berharga kalo dibaca orang,lo!




YUK, BIKIN MAJALAH SENDIRI

Kadang-kadang, penolakan itu sakit.
Dan, sebelum (satu-satunya) artikelku dimuat, saya sempat putus asa.
Kayaknya, saya bukan penulis deh!
Tapi...Nggak!!
Saya adalah penulis (maksaa...) dan,
Akhirnya, saya bikin majalah sendiri (eng..ing...eng...) yang namanya d’max.
D’max itu majalah mini internal yang targetnya pemuda agama Khonghucu yang bermukim di Manado. Terbitnya Bulan April 2007 dengan 16 halaman dan Total Eksemplar: 25 majalah (Maklum, pemuda kami nggak banyak-banyak amat!!)
Sempat gugup juga sih, soalnya itu majalah coba-coba yang dibuat oleh penulis nggak berpengalaman kayak aku. Eh, nggak disangka ternyata mendapat respon positif.
Jadi deh, majalahnya terbit tiap bulan dengan pertambahan rubrik dan halaman sampe 50-an karena dibantu sama teman-teman lewat tulisan-tulisan hebat mereka.Pokoknya teman-teman PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia) MANADO TOP ABIS!!!
Sayang karena kesibukan masing-masing, sempat terjadi beberapa kali penundaan waktu terbit bahkan kadang-kadang terjadi akumulasi edisi yang artinya, sekali keluar untuk 2 bulan (hehehe..).
Kalo penasaran membaca d’max secara online, bisa lewat situs ini:
http://www.kongmiaolitang-mdo.com
trus, cari bagian d’max online. Atau, bisa juga lewat blog saya di
http://www.blogchex.com/thisisivana
dan klik Pakin Manado di bagian blogroll (promosi blog sendiri...cuih,hehehe)
(Sekedar info, layanan d’max online ini disediakan oleh salah satu anggota PAKIN MANADO yang kreatif: Denny Prayogo. Two thumbs up,Den!!).
Nah, back to laptop.
Karena keterbatasan dana,energi dan waktu, d’max ini sendiri masih dalam format hitam putih alias difotokopi tapi, kalo kamu berminat membuat majalah internal untuk komunitas kamu dengan jumlah eksemplar yang banyak, kamu bisa lewat penerbitan supaya lebih bergengsi,hehehe.
Bisa juga sih diprint satu-satu biar berwarna tapi,lelahnya itu lo.
Sekarang, soal manfaat dari capek-capek bikin majalah internal (lebih bagus sih, majalah mini), ada beberapa ni. Coba simak:

1.Tulisan kamu akhirnya NAMPANG DI MAJALAHManfaat ini jadi nomor satu, soalnya saya sendiri waktu terpikir untuk bikin Majalah Internal dalam bentuk mini, alasan kuatnya ya....yang satu ini,hehehe...

2.Tambah Pengalaman dan Pengetahuan
Untuk setiap staf majalah ini, semuanya bisa dapat pengalaman baru. Contohnya?
Yang bertindak sebagai pewawancara, bisa jadi lebih berani dan tau rasanya jadi wartawan,;yang bertindak jadi tukang cari data di internet dijamin tambah pinter soalnya pasti semua berita dan data yang ada dibaca semua;yang jadi penulis artikel lama-lama jadi punya style sendiri dalam menulis juga, jadi lebih kritis dalam menulis sesuatu;yang mengisi rubrik feature(teka-teki, tips atau apa kek) jadi bisa deh mengekspresikan diri sepuasnya; akhirnya, bagian layout dan percetakan bisa dapat trik-trik baru dalam melayout atau mencetak. Belum lagi bagian bendahara, editor dan masih banyak lagi.

3.Punya Kontribusi Pada Komunitas kamu
Majalah kamu pasti dong, punya kontribusi dalam hal informasi dan publikasi terhadap komunitas kamu jadi, enak dong, nggak hanya bisa mengeluarkan ide tapi juga bisa jadi pahlawan kecil-kecilan.

4.Dan, masih banyak lagi manfaat yang bisa kamu dapat setelah membuat sebuah majalah sederhana untuk komunitas kamu.
Mau coba?
Kamu bisa baca lebih lanjut di tulisan saya : LANGKAH-LANGKAH SEDERHANA BIKIN MAJALAH SENDIRI.
Sekedar tambahan ya bos, saya ini hanya pemula di bidang ini tapi saya coba deh bagi-bagi pengalaman. Kalo ada langkah yang dirasa kurang efektif atau nggak sreg, saya mohon masukannya,ya?
Pliiiissss
Hidup Orang Narsis!! Hehehehe......


Postingan Lama